Solidaritas Standar Sepeda Motor

Ilustrasi : Google Image

Ilustrasi : Google Image

Oleh Imron Supriyadi

Standar sepeda motor ini, bentuknya kecil. Tempatnya di bagian paling bawah, letaknya agak tinggi sedikit dari posisi separo bulatan ban yang menyentuh tanah. Jenisnya ada dua, standar satu kaki dan satunya lagi dengan dua kaki.

Kalau dilihat dari bentuknya, standar ini tidak lebih indah dari bagian lain. Bahkan diantara bagian sepeda motor, benda ini menempati posisi paling sial, sebab posisinya selalu dipancal (ditekan) dengan kaki. Sesekali bisa saja diinjak kalau kebetulan kita sedang ingin menyandarkan sepeda motor dengan doubel standar.

Jarang kita lihat, standar sepeda motor disentuh tangan saat kita ingin menyandarkan kendaraan. Kecuali kalau standar ini sedang memerlukan service, baru seorang tukang bengkel memegang pakai tangan. Selebihnya, orang kebanyakan memancal dengan kaki. Begitulah nasib standar sepeda motor. Posisinya selalu diperlakukan lebih rendah dari yang lain.

Tetapi sekalipun begitu, benda kecil ini meski posisinya selalu direndahkan oleh struktur dan anatomi kendaraan, standar sepeda motor memiliki peran yang tidak kecil. Penggunaannya tidak sesederhana bentuk dan letaknya yang berada di bagian paling bawah.

Justeru sebaliknya, standar sepeda motor punya peran penting dibanding onderdil lain, meski sepeda motor itu rusak sekalipun. Saya juga tidak bisa bayangkan, jika dealer pembuat sepeda motor tidak memasang standar, mungkin kita akan banyak meluangkan waktu untuk sekadar menjaga sepeda motor kita agar tetap berdiri sepanjang siang dan malam.

Atau kita harus menyiapkan diri untuk memegangi sepeda motor agar ia tetap berdiri tegak; agar tidak roboh menyentuh tanah. Atau kalau kita tidak malu, harus menumpang pagar rumah tetangga untuk menyandarkan sepeda motor, setiap kali kita hendak meninggalkannya.

Tapi syukurlah, dealer sangat mengetahui betapa pentingnya standar sepeda motor, sehingga kita tidak repot-repot numpang menyandarkan sepeda motor dip agar tetangga setiap kali kita tinggal pergi.

Standar sepeda motor, meski bendanya kecil tetapi jika benda yang satu ini tidak dipedulikan, suatu ketika bisa membuat kita celaka. Bila kita sedang mengendarai sepeda motor, lalu kita biarkan standar itu dengan tidak melipatnya ke dalam, maka kita telah membuka diri untuk terjatuh dan tergelincir dari atas sepeda motor.

Oleh sebab itu, setiap kali ada seseorang yang berteriak dan menegur kita ; Mas, standarnya! Atau, awas standar! Kita dengan kesadaran yang cepat, kemudian melipat standar sepeda motor, tanpa ada perasaan kesal, dendam dan perasaan kebencian dalam hati. Malah sebaliknya, dalam hati kecil kita mengucap terima kasih atas teguran yang disampaikan oleh oang lain.

Kalau semua penghuni bangsa ini mau belajar dari kesadaran standar sepeda motor, sadar posisi, sadar fungsi, sadar struktural, sadar tanggungjawab dan tugas seperti peran dan fungsi standar sepeda motor, bangsa ini akan menjadi satu ‘kendaraan’ yang nyaman, aman dan tenteram.

Misalnya saja, ada staf kantor pemerintah menegur pimpinannya ; “Pak, ini hari Minggu, jadi Bapak tidak boleh memakai fasilitas negara, kan diluar dinas!, bukan begitu, Pak?”

Atau ; “Honor itu tidak boleh diptong-potong, Pak. Kalu dipotong namanya Bapak telah mengabil hak orang lain”. Lalu Sang Pimpinan menjawab ; “O, iya terima kasih, Anda telah mengingatkan saya. Terima kasih, atas tegurannya.”

Kalau semua penghuni bangsa ini bersedia untuk sedikit saja menurunkan keangkuhan dengan kerendahatian, untuk kemudian bersedia melipat ‘standar’ egoismenya, melipat ambisi  untuk memiliki barang atau benda, kewenangan yang bukan haknya, sebagaimana kesadaran kita melipat standar sepeda motor, maka bangsa ini tidak mesti ada pertengkaran dan permusuhan. Tidak mesti ada dendam berkepanjangan. Tidak mesti ada adu kekuatan wewenang dan lain sebagainya.

Dengan belajar dari kesadaran melipat standar sepeda, kita sebenarnya bisa membangkitkan kesadaran untuk saling menegur, kesadaran untuk tidak ingin melihat orang lain celaka, kesadaran untuk membuka diri terhadap mengkritik dan dikritik, kesadaran untuk memperbaiki diri saat mendapat peringatan dari orang lain, kesadaran untuk saling menyelamatkan, agar orang lain tidak tergelincir dan jatuh, akibat lupa melipat standar.

Kalau standar sepeda motor saja, bisa memerankan diri dalam fungsi sosial dan tanggungjawabnya yang selalu ingin menyelamatkan, mengapa sebagian kita memilih untuk membuang kesadaran kemanusiaan kita, yang sebenarnya kita sekali waktu terkadang tidak lebih berharga dari standar sepeda motor?**

Jl.Swadaya – Palembang, 8 Okt 2009

Tinggalkan komentar